KAKAK


14 oktober

Gerimis pertama di bulan oktober turun perlahan, Bus kota terakhir tujuan Pasar Turi-JMP baru saja berlalu. Halte sudah ditinggalkan orang-orang yang menunggu, tapi gadis itu masih disana, duduk sendiri, aku menghampirinya, dadaku sesak mengingat kalau ini adalah tempat pertama kali kami dipertemukan.
Gadis itu menatapku dengan tatapan penuh dendam, kemarahan, airmata, hatiku sakit melihatnya, tapi aku bahkan tidak bisa melakukan apapun untuk merubahnya. Aku mencoba meraihnya tapi dia menepis tanganku kasar.

“sudahlah dik, tidak bisakah kamu hanya menganggapku kakak?”
“ kakak? “ dia bertanya seolah pada dirinya sendiri, sinis, tajam. Air mata itu, ah kenapa harus mengalir lagi.
“ iya, kakak..”
“ andaikan aku bisa …..”
“ kamu pasti bisa, kamu selalu bisa”
“ omong kosong apa lagi yang ingin kau bualkan padaku ‘ka-kak’?”
Aku benar kehabisan kata-kata, wajah melankolisnya yang selalu terlihat sempurna, tatapan matanya yang penuh luka, aku tidak sanggup melihatnya lagi.
“ dik.. kamu harus menganggap aku kakak, dan kamu pasti bisa begitu, seperti echi yang juga menganggap aku kakak, seperti eli seperti..
“ tapi aku bukan mereka! tidakkah kamu mengerti? Bunuh saja aku dari pada aku harus memanggilmu begitu!”
“ adik!!”

***
Sebelumnya..

“ ta-tapi kamu bilang kamu mau ketemu ayah aku kan.. kamu bilang kamu..” 
“tidak naina, aku tidak bisa.. kita harus selesai, “
” kenapa dri ? kenapa ? aku salah apa sama kamu ? bukannya kita sudah merencanakan ini dari awal ? pembukaan kantor baru kamu dan pernikahan kita ? “
“kita tidak cocok.. “  aku menunduk, tidak bisa melihatnya lagi, kamu sakit naina, aku lebih parah, aku yang tidak pernah mencintai segila ini, aku yang tidak pernah terjatuh sedalam ini. Tapi jika diteruskan akan ada banyak hati yang terluka, aku harus memilih Naina, aku harus.
“adri..”  naina terlihat menahan airmatanya, dia tersenyum. Naina selalu menggunakan ekspresi itu ketika menyembunyikan masalahnya, mengatakan semua baik-baik saja tapi sebenarnya tidak.
“sebenarnya aku ingin mengatakan ini dari awal tapi aku menunggu waktu yang tepat “
“oh, memang seharusnya aku tidak mempercayai pembual..semua janji-janji omong kosong itu, aku merasa sangat bodoh, trimakasih “  naina berlalu, sekuat tenaga aku menahan kakiku untuk tidak bergerak mengejarnya yang semakin menjauh, maafkan aku naina, maaf. Maaf.

***
“ kamu… kamu sudah tahu ini dari awal dri ?”
“iya. Aku tidak akan merubah keputusanku naina.. aku akan menjadi kakakmu ..”
“ seharusnya ini jadi hari pertunangan kita, bukan mereka.. “
“ aku ingin mama bahagia Naina, dia menjalani kehidupan yang berat selama bertahun-tahun, jangan katakan apapun pada ayahmu tentang kita, aku mohon”
“ aku pasti akan mengatakannya setelah ini dri..”
“ kamu akan menyakiti semua orang Naina, jangan lakukan itu”
“ aku tidak peduli dri! Aku tidak sudi jadi adikmu!”
“ aku tidak akan pernah kembali padamu naina..”
 “Adri !!”
“ orang-orang mencari kita.. ayo masuk.. “ 

Aku mematikan rasaku, pertemuan keluarga itu pasti membuat Naina semakin terpuruk. Pilihan yang sangat sulit ketika kamu harus memilih antara kebahagiaan dua perempuan yang sama kamu cintai, yang sama-sama ingin kamu bahagiakan. Ketika itu, keluarga, aku dan dua kakakku sangat mendukung rencana mama untuk menikah lagi  setelah bertahun-tahun papa meninggal. Dan laki-laki yang dipilihnya adalah om Sam, orang tua tunggal Naina, cinta pertama mama saat SMA. Cerita cinta klasik yang menyentuhku, mama terlihat bahagia bersamanya dan memiliki harapan besar untuk bisa melewati masa tua dengan penuh cinta. Aku yang paling dekat dengan mama, Beliau bercerita seperti remaja di Usianya, hati yang berbunga-bunga dan senyum yang cerah, sudah sangat lama sejak kepergian papa, mama tidak terlihat  sebahagia itu, dia banyak berkorban demi anak-anaknya dan aku entah mengapa tidak bisa mengabaikannya, kebahagiaanku menjadi tidak penting lagi, aku benar-benar menghadapi pilihan tersulit, senyum Naina dan kebahagiaan Mama.

***
"adik!"
Gerimis kecil menjadi hujan lebat, tubuhnya bergetar menahan dingin dan tangisnya, aku melepas jaketku, mengulurkan padanya.
“ Ini dingin sekali dik, pakailah.. besok hari pernikahan orang tua kita, kamu tidak boleh sakit..”
“ hentikan semua ini adrian, hentikan.. kita masih punya waktu.. kita yang akan menikah besok, bukan mereka..bu- bukan me re ka Adrian..bukan..” aku menggenggam jaketku erat-erat, mengalihkan pandangan ke arah jalan raya yang mulai digenangi air, seperti mataku yang kurasakan semakin berat menahan genangan air mata.
“ Adrian.. kenapa kamu diam? Kamu akan menghentikannya kan?” aku menggeleng.
“ tidak akan pernah Naina, aku akan menjadi kakakmu, ka..”
‘PLAK’
“ kamu akan menyesalinya adri,” naina berlari menembus hujan yang pekat, aku mengejarnya tepat ketika sebuah mobil berjalan dengan cepat ke arah kami.


“ Nainaaa!!”
“kakak..”

dan itu adalah suara terakhir yang bisa aku dengar setelah aku mendorongnya. 


Komentar

Postingan Populer