Pararel





"Kurang apa lagi aku membuktikan, Sarah?". Laki laki itu terlihat frustasi di depanku. Aku hanya menunduk. Rasanya entah mengapa, sakit sekali. 
"Aku sudah memberikan segalanya padamu, sudah kubuktikan sebesar apa cintaku. Tidakkah itu cukup bagimu untuk menerimaku?"
Aku hanya membatu, laki-laki itu memandangku. Hatiku kembali menderu.
"Katakan.. aku harus apa?". Ia kembali menunjukkan wajah putus asa.
"Menjauhlah...". Akhirnya aku bicara, menatap matanya yang memerah. Ia seperti melihat kematiannya di mataku.
"Apa?! Apa kau bilang?". Aku melihat dadanya naik turun menahan amarah. 

"Menjauhlah..pergilah.. jangan pernah kembali.. lagi."
"Sarah!". Ia menatapku begitu tajam, sakit sekali rasanya.
Aku tidak tahan lagi, air mataku mendesak untuk terlihat.
"Sudahlah, pergi saja, kehadiranmu membuatku tersiksa."
"Kamu, tidak lagi mencintaiku? Itukah yang ingin kau katakan, sarah?". Aku menggigit bibir kuat-kuat. Tidak cinta?. Ah, andre, jika aku tidak cinta padamu, mana mungkin bertahun tahun berlalu dan aku masih sendiri menunggumu. Mana mungkin?.
"Sarah... jawab aku.."
"Aku harus jawab apa, ndre? Aku harus bicara apa?".
"Aku mencintaimu, sarah. Tidak ada hari berlalu tanpa aku memikirkanmu, tidak ada detik berlalu tanpa aku mencari keberadaanmu, tidak ada sarah".
"Kenapa aku harus percaya padamu, ndre?".
"Aku mengatakan yang sebenarnya, sarah".
"Kamu bahkan sudah memiliki keluarga...". Kali ini aku benar-benar tak tahan lagi.  Air mataku tumpah begitu saja, mengingat seorang perempuan cantik datang padaku tempo hari, dengan gadis kecil yang lincah. Memohon padaku untuk meninggalkan andre, memohon untuk kebahagian keluarga kecilnya. Aku harus bagaimana? Haruskah kubangun kebahagiaanku di atas hancurnya cinta orang lain?. Haruskah aku begitu egois kali ini?.
Andre mematung. Ia mengusap rambutnya ke belakang. Ia menghembuskan nafas kuat-kuat.
"Dia datang padamu?". Aku mengangguk pelan.
" Aku tidak bisa melakukan ini ndre..."
"Aku mampu membahagiakan kalian berdua. Aku sudah pernah mengatakan ini padamu dan keluargamu, bukankah kamu sudah setuju?". Aku menggeleng pelan.
"Aku tidak bisa ndre, terlalu menyakitkan rasanya..."
"Sarah..."
"Pergilah ndre, kembalilah pada mereka. Aku tidak bisa melakukan ini."
"Kamu tidak akan menyesal, sarah? Setelah semua yang sudah kita lalui. Akhirnya jalan ini yang kau, pilih?".
"Mencintaimu sangat menyakitkan ndre.. tidak dulu, tidak pula saat ini. Tak bisakah ini lebih mudah bagi kita?".
"Entahlah sarah, hanya ini jalannya..."
"Kamu mencintaiku?"
"Aku selalu begitu.."
"Kenapa dulu kamu tidak mau mencariku?, tidak mau menungguku?".
"Sarah.."
Aku menangis lagi, pedih sekali disini.
" aku tahu ndre, aku mengerti, kita tidak dipertemukan saat itu karena memang Tuhan tidak menginginkan kita bersatu. Seperti garis pararel, berdampingan tapi tidak pernah bertemu, itulah adanya aku dan kamu..".
"Sarah, "
Aku membuka telapak tangan kokohnya yang dulu begitu ingin kumiliki untuk menjagaku, memelukku disaat rapuh. Kuletakkan disana cincin permata indah yang ia berikan padaku . Kututup erat-erat. Kupandang ia lagi, lekat-lekat. Cinta ini memang tidak pernah tepat. Cinta ini sudah begitu terlambat.
Aku berlalu, meninggalkannya mematung saja disitu. Aku harus lupa, aku butuh untuk merelakannya.
Bengkulu, 28 oktober 2015
Pour toi, mon memoire.

Komentar

Postingan Populer