14 oktober

Gadis itu
menatapku dengan tatapan penuh dendam, kemarahan, airmata, hatiku sakit
melihatnya, tapi aku bahkan tidak bisa melakukan apapun untuk merubahnya. Aku mencoba
meraihnya tapi dia menepis tanganku kasar.
“sudahlah dik, tidak bisakah kamu
hanya menganggapku kakak?”
“ kakak? “ dia bertanya seolah pada
dirinya sendiri, sinis, tajam. Air mata itu, ah kenapa harus mengalir lagi.
“ iya, kakak..”
“ andaikan aku
bisa …..”
“ kamu pasti bisa, kamu selalu bisa”
“ omong kosong apa lagi yang ingin kau bualkan
padaku ‘ka-kak’?”
Aku benar kehabisan kata-kata, wajah melankolisnya
yang selalu terlihat sempurna, tatapan matanya yang penuh luka, aku tidak
sanggup melihatnya lagi.
“ dik.. kamu harus menganggap aku kakak, dan kamu
pasti bisa begitu, seperti echi yang juga menganggap aku kakak, seperti eli
seperti.. “
“ tapi aku bukan
mereka! tidakkah kamu mengerti? Bunuh
saja aku dari pada aku harus memanggilmu begitu!”
“ adik!!”
***
Sebelumnya..
“ ta-tapi kamu
bilang kamu mau ketemu ayah aku kan.. kamu bilang kamu..”
“tidak naina, aku tidak bisa.. kita harus
selesai, “
” kenapa
dri ? kenapa ? aku salah apa sama kamu ? bukannya kita sudah
merencanakan ini dari awal ? pembukaan kantor baru kamu dan pernikahan
kita ? “
“kita tidak
cocok.. “ aku menunduk, tidak bisa melihatnya lagi, kamu sakit naina, aku
lebih parah, aku yang tidak pernah mencintai segila ini, aku yang tidak pernah
terjatuh sedalam ini. Tapi jika diteruskan akan ada banyak hati yang terluka,
aku harus memilih Naina, aku harus.
“adri..”
naina terlihat menahan airmatanya, dia tersenyum. Naina selalu menggunakan
ekspresi itu ketika menyembunyikan masalahnya, mengatakan semua baik-baik saja
tapi sebenarnya tidak.
“sebenarnya aku
ingin mengatakan ini dari awal tapi aku menunggu waktu yang tepat “
“oh, memang
seharusnya aku tidak mempercayai pembual..semua janji-janji omong kosong itu,
aku merasa sangat bodoh, trimakasih “
naina berlalu, sekuat tenaga aku menahan kakiku untuk tidak bergerak
mengejarnya yang semakin menjauh, maafkan aku naina, maaf. Maaf.
***
“ kamu… kamu sudah tahu ini dari awal dri ?”
“iya. Aku tidak akan merubah
keputusanku naina.. aku akan menjadi kakakmu ..”
“ seharusnya ini jadi hari
pertunangan kita, bukan mereka.. “
“ aku ingin mama
bahagia Naina, dia menjalani kehidupan yang berat selama bertahun-tahun, jangan
katakan apapun pada ayahmu tentang kita, aku mohon”
“ aku pasti akan
mengatakannya setelah ini dri..”
“ kamu akan
menyakiti semua orang Naina, jangan lakukan itu”
“ aku tidak
peduli dri! Aku tidak sudi jadi
adikmu!”
“ aku tidak akan pernah kembali padamu naina..”
“Adri !!”
“ orang-orang mencari kita.. ayo masuk..
“
Aku mematikan
rasaku, pertemuan keluarga itu pasti membuat Naina semakin terpuruk. Pilihan
yang sangat sulit ketika kamu harus memilih antara kebahagiaan dua perempuan
yang sama kamu cintai, yang sama-sama ingin kamu bahagiakan. Ketika itu,
keluarga, aku dan dua kakakku sangat mendukung rencana mama untuk menikah lagi setelah bertahun-tahun papa meninggal. Dan laki-laki yang dipilihnya adalah om
Sam, orang tua tunggal Naina, cinta pertama mama saat SMA. Cerita cinta klasik
yang menyentuhku, mama terlihat bahagia bersamanya dan memiliki harapan besar
untuk bisa melewati masa tua dengan penuh cinta. Aku yang paling dekat dengan
mama, Beliau bercerita seperti remaja di Usianya, hati yang berbunga-bunga dan
senyum yang cerah, sudah sangat lama sejak kepergian papa, mama tidak
terlihat sebahagia itu, dia banyak
berkorban demi anak-anaknya dan aku entah mengapa tidak bisa mengabaikannya,
kebahagiaanku menjadi tidak penting lagi, aku benar-benar menghadapi pilihan
tersulit, senyum Naina dan kebahagiaan Mama.
***
"adik!"
Gerimis kecil menjadi hujan
lebat, tubuhnya bergetar menahan dingin dan tangisnya, aku melepas jaketku,
mengulurkan padanya.
“ Ini dingin sekali dik,
pakailah.. besok hari pernikahan orang tua kita, kamu tidak boleh sakit..”
“ hentikan semua ini adrian,
hentikan.. kita masih punya waktu.. kita yang akan menikah besok, bukan mereka..bu-
bukan me re ka Adrian..bukan..” aku menggenggam jaketku erat-erat, mengalihkan
pandangan ke arah jalan raya yang mulai digenangi air, seperti mataku yang
kurasakan semakin berat menahan genangan air mata.
“ Adrian.. kenapa kamu diam? Kamu
akan menghentikannya kan?” aku menggeleng.
“ tidak akan pernah Naina, aku
akan menjadi kakakmu, ka..”
‘PLAK’
“ kamu akan menyesalinya adri,”
naina berlari menembus hujan yang pekat, aku mengejarnya tepat ketika sebuah
mobil berjalan dengan cepat ke arah kami.
…
“ Nainaaa!!”
“kakak..”
dan itu adalah suara terakhir yang bisa aku dengar setelah aku mendorongnya.
Komentar
Posting Komentar