"laki laki itu tuli!!"
" tapi aku tidak.."
" sama saja, kalau dinasihati masuk kuping kanan keluar lewat kiri"
"perempuan saja yg terlalu cerewet"
"laki laki memang begitu, acuh! Meremehkan perasaan"
"tidak, kalian saja yang terlalu berlebihan"
" kau bilang perasaan kami berlebihan? Lalu siapa yang dulu mengemis-ngemis memohon perhatian? Merayu-rayu demi setangkup kasih sayang? Siapa? Kalian memang bangsa pecundang!!"
"lah loh.. Gak usah emosi mbak broo!"
" laki laki memang setan!! Dan kau Iblis bedebah! Omong kosong saja yang kau hasilkan dari mulutmu yang penuh racun!"
"...."
"janji janjimu busuk! Lidahmu ular berbisa!"
" loh loh aku kan..."
"apa?!! Kamu setan! Iblis egois!! Kau dan kaummu adalah sekumpulan binatang! Jalang! Pemangsa!"
"bangsamu juga dengan senang hati menyerahkan diri pada kami.."
"Bullshit!! Itu karena kalian para lelaki, pandai bersandiwara! Memakai topeng para dewa!!"
" hahaha berarti memang, kamu dan bangsa perempuanmu, semuanya buta!!"
" Anjing!! Bedebah!!"
"hahaha.."
"hentikan tawamu yang sumbang itu!!"
"laki laki memang paling bisa menikmati hidup, beda denganmu! Terlalu banyak meratap!"
"Iya, meratapi keberadaan kalian di bumi ini!! Enyahlah! Agar kami dapat tertawa!"
"tertawa saja bersama kami!"
" apa??! tertawa bersama setan? Itu namanya penghinaan!"
" perempuan2 sok suci! Berlagak seperti peri!"
" laki laki memang najis! Penuh ulat dan belatung!"
" hahaha..."
" Gila!"
dia akan pergi. tanggal 7 april 2012 siapa? belahan dari diriku. Aku sudah melihatnya sejak aku pertama kali lahir di dunia. dan sejak saat itu aku mengenalnya sebagai saudara-kakak-sahabat-musuh. di rumah sederhana dengan perabot seadanya, disanalah kami, aku dan dia menjalani masa kanak-kanak hingga remaja. di sebuah kamar yang tidak terlalu lebar, kami berbagi tempat untuk menyandarkan kelelahan, di halaman sempit di depan rumah, kami bercengkrama dengan irama angin yang indah. Aku tidak pernah dengan sadar untuk belajar mencintainya, tapi waktu dan keadaan mewajibkanku untuk tidak melupakan setiap detik kebersamaanku dengannya. iya, dia, yang paras cantiknya selalu membuat semua mata menatapnya. dia yang selalu meneguhkanku, meyakinkanku bahwa warna kulit gelapku ini membuatku tampak jauh lebih mengagumkan dari wajahnya yang seputih cahaya. Di mata ibu, dan saudaraku yang lain, dia adalah sosok gadis pemberontak, si pemberontak yang cantik, suaranya juga ...
Komentar
Posting Komentar