Langsung ke konten utama

Satu Purnama



Namanya alvin, ia berjalan menyebrangi gerimis menuju jembatan penyebrangan di sisi jalan. ia terlihat terburu-buru, seperti mengejar sesuatu. Ia bahkan tidak sempat memarkir mobilnya di tempat biasa. Matanya mencari-cari sesosok bayangan yang tadi berkelebat cepat di depannya dan tiba-tiba mengingatkannya pada sesuatu, atau seseorang?. Alvin berhenti sejenak, tepat di depan pusat pertokoan besar yang biasa ia singgahi untuk makan siang, ia melihat bayangan itu lagi. Alvin menghela nafas lega. Ia segera berbelok ke arah tangga menurun yang langsung menuju pintu masuk mall besar itu. Ia bergegas mengikuti bayangan dari masa lalunya yang memasuki sebuah restoran kecil di samping eskalator. Alvin merasakan dadanya berdegup kencang saat ia dapat melihat wajah itu dengan lebih jelas. Iya, tidak salah lagi, senyum itu adalah milik gadis itu, satu-satunya cinta yang ia miliki saat kuliah di salah satu universitas ternama di Jawa. Ia masih berdiri di bawah eskalator di depan restoran , ketika perempuan berlesung pipi itu menemukan tempat persembunyiannya.


"Alvin...," . Laki-laki itu tersenyum, tak mengira ia bisa dikenali dengan cepat. Ia berjalan mendekat, dadanya kembali berdetak tak karuan. Seolah mendendangkan irama, irama masa lalu yang dulu mereka senangi.
" Reyna..., aku hampir tidak mengenalimu" perempuan berhijab peach itu tersenyum lembut.
" Benarkah? Kalau kau tidak dapat mengenaliku, lalu kenapa kau ikuti aku sampai sini?" Alvin menunduk, ia terlihat salah tingkah.
" Iya, Maaf.. boleh aku duduk?"
" Tentu.."
Reyna tidak merasa terganggu dengan kehadiran alvin di depannya. Ia kembali menekuni layar gadget di tangannya dan sesekali meminum strawberry ocean yang tadi dipesannya. Sepasang muda-mudi itu terjebak dalam diam. Keriuhan Mall dan hiruk pikuk orang yang keluar masuk restoran seakan menjadi latar yang kontras bagi pertemuan mereka yang sunyi.
" Jadi, kamu sekarang tinggal di jakarta?" Alvin mencoba memecah kebekuan, Reyna akhirnya mengangkat wajahnya dari layar, meletakkan gadget itu di meja dan menyesap minuman terakhirnya.
" Iya, hanya untuk beberapa minggu sampai aku menyelesaikan beberapa pekerjaan, dan kamu? apa kota ini memenuhi janji-janjinya kepadamu?".
" Sebagian besar iya, tapi sebagian yang lain masih bersarang di suatu tempat ...."
" hahaha... " Reyna tertawa, entah apa maknanya, Alvin sama sekali tak mengerti, tapi diam-diam  ia mensyukuri pertemuan tak sengaja ini. Pertemuan yang menghapuskan sebagian dahaga rindu di hatinya yang sepi.
" kenapa tertawa?"
" Lucu sekali alvin.. dulu kau bilang jakarta akan memeluk mesra harapan-harapanmu, every single things of them tapi sekarang, kau menafikkannya.." Alvin hanya tersenyum mendengar jawaban reyna yang menyindirnya itu.
" begitu ya... jadi apa saja yang masih kau ingat dariku?" Reyna terdiam, pertanyaan Alvin menohok sanubarinya. Meruntuhkan tembok kuat yang selama ini dibangunnya dengan susah payah untuk melupakan lelaki itu.
" tidak ada, hanya itu..."
" Benarkah?"
" benar tidaknya suatu hal tergantung bagaimana kamu meyakininya,"
" kamu terlihat berbeda dengan kerudung itu... "
" Yah.. Seharusnya aku mengenakannya dari dulu, agar tidak mudah terjatuh pada cintamu yang palsu... "
" kau masih saja berfikir seperti itu,ya... "
" Ah, tidak aku hanya bercanda.." Reyna menjawab santai.
" boleh aku menanyakan sesuatu?" Reyna mengangguk, Alvin menegakkan punggungnya.
" Apa kau pernah merindukanku?"
" Seberapa penting jawabanku bagimu?"
" tergantung bagaimana jawabanmu nantinya.."
" Baiklah.. aku tidak akan menjawabnya.."
" itu jawaban terbaik yang ingin aku dengar.. "
" Baguslah kalau begitu, ada lagi yang ingin kau sampaikan sebelum aku pergi?"
" iya, satu hal.."
" Apa?"
" mimpi terakhirku masih bersarang di hatimu, selalu berada disana sejak dulu. "
" Omong kosong apalagi Alvin?" Reyna tampak gusar, ia tak mengira Alvin akan mengatakannya.
" Jika kamu bersedia, bolehkah aku mengambilnya? dan menjadikan mimpi-mimpi ini menjadi sempurna bagi kita?"
" Alvin!! aku sama sekali tidak memahami apa yang kau ucapkan..." Reyna mengatur nafasnya yang tiba-tiba saja tidak beraturan dan membuatnya tersengal. Bayangan Alvin yang pergi begitu saja setelah pesta kelulusan malam itu kini berkelebat di fikirannya. Alvin yang menghilang tanpa jejak hanya karena mereka berbeda pendapat tentang kota mana yang layak bagi mereka untuk membangun mimpi-mimpi. Alvin yang mengisi tiap momen indahnya semasa kuliah, Alvin yang ini, Alvin yang itu. Alvin yang dengan susah payah ia lupakan demi dapat melanjutkan hidup. Semua ingatan itu membuat reyna emosional. Ia menarik nafas panjang, dan segera berdiri.
" Reyna.."
" Selesaikan khayalan palsumu itu sendirian Alvin, aku sudah muak dengan kepalsuanmu .." Reyna menahan kepedihan yang sudah siap meluncur dari kelopak matanya indah. Ia bergegas berlalu dari hadapan Alvin, berjalan cepat menuju kasir dan setengah berlari ia keluar dari Mall yang penuh sesak dengan pengunjung.
Alvin masih mematung disana, hanya melihat bayangan perempuan yang selama ini dicarinya kembali pergi. Ia seperti kehilangan tenaga untuk mengejarnya, ia tidak tahu apa yang harus ia lakukan kini.

***
to be continued...

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Monolog Perpisahan

dia akan pergi. tanggal 7 april 2012 siapa?  belahan dari diriku. Aku sudah melihatnya sejak aku pertama kali lahir di dunia. dan sejak saat itu aku mengenalnya sebagai saudara-kakak-sahabat-musuh. di rumah sederhana dengan perabot seadanya, disanalah kami, aku dan dia menjalani masa kanak-kanak hingga remaja. di sebuah kamar yang tidak terlalu lebar, kami berbagi tempat untuk menyandarkan kelelahan, di halaman sempit di depan rumah, kami bercengkrama dengan irama angin yang indah. Aku tidak pernah dengan sadar untuk belajar mencintainya, tapi waktu dan keadaan mewajibkanku untuk tidak melupakan setiap detik kebersamaanku dengannya. iya, dia, yang paras cantiknya selalu membuat semua mata menatapnya. dia yang selalu meneguhkanku, meyakinkanku bahwa warna kulit gelapku ini membuatku tampak jauh lebih mengagumkan dari wajahnya yang seputih cahaya. Di mata ibu, dan saudaraku yang lain, dia adalah sosok gadis pemberontak, si pemberontak yang cantik, suaranya juga ...

MEMOAR KEPO

Mungkin,  ada seseorang yang ingin sekali kamu lupakan,  yang begitu ingin kamu hapus selamanya dari bayangan,  tapi entah mengapa dan bagaimana dia selalu saja bisa menetap di ingatanmu. Seperti penghuni lama di memori otakmu. Kadang ia terlupakan dan tak terlihat , namun di momen momen tertentu ia tiba tiba datang tanpa diundang. Tanpa sengaja kamu ceritakan kembali, tanpa sadar kamu memutar lagi pita memori tentangnya. Iya,  memang tanpa rasa,  hanya sebagai pelengkap gelak tawa. Hanya sebagai buah bibir kisah yang sudah sudah. Atau,  sekali kali kamu masih bertanya apakah di hatinya namamu sudah benar benar tidak ada?. Sudahkah ia dapat melupakanmu dengan sempurna? Sudahkah ia sanggup tidak menyimpan sedikitpun kenangan tentang kalian?. Apakah benar tak ada lagi jejak yang tertinggal di hidupnya jika itu tentang dirimu?. Aih, mungkinkah lupa adalah sebentuk kemustahilan yang tidak pernah dapat terwujud?. Mungkinkah ketika kamu menertawakan tangisanmu...

Serba-Serbi Pernikahan

 Sebelumnya, saya banyak sekali mendapatkan pertanyaan tentang Pernikahan. Entah itu laki-laki, perempuan, tua (senior saya), muda (junior) dan juga teman-teman seumuran. Hal-hal yang selalu mereka tanyakan kepada saya sebenarnya tidak jauh beda, seperti : "apa yang membuatmu begitu yakin untuk menikah di usia muda?" atau " bagiamana rasanya menikah?", atau " nikah itu gimana siih?" dan pertanyaan-pertanyaan sejenis itu. Maka, agar saya tidak berulang kali menjawab pertanyaan-pertanyaan yang sama saya akan membagikan sedikit pengetahuan saya tentang pernikahan. Mengapa sedikit pengetahuan? karena umur pernikahan saya belum genap satu tahun, dan masih ada banyak hal yang belum saya ketahui tentang pernikahan itu sendiri. baiklah, silahkan disimak.