Langsung ke konten utama

Merangkai Ikhlas.

Ikhlas, hampir semua orang sudah begitu terbiasa dengan kata yang satu ini. Tapi, apakah mungkin sudah benar2 mengerti? Benar memahami apa yang ada di dalamnya?. Ikhlas adalah melepaskan, merelakan semua hal yang terjadi pada diri kita. Baik buruk. Dendam benci. Iri dengki dan bahkan sakit hati. Semuanya, terutama kehilangan orang terkasih. Saya mungkin menyangka saya telah ikhlas melepaskan kepergian ibu saya, 3 tahun yang lalu. 


Tapi nyatanya, saya baru tahu kemarin bahwa saya belum benar2 ikhlas. Saya masih sering memimpikan beliau dengan keadaan diri saya menangis histeris melepaskan kepergiannya. Saya masih merasakan bahwa perempuan tangguh tersebut seharusnya masih ada. Saya, pada kenyataannya masih belum benar benar rela. Dan saya baru menyadarinya kemarin sore, ada beban yang begitu besar mengganjal hati, lalu seorang kawan mengingatkan agar saya mengikhlaskan apapun itu, semua kehilangan, semua rasa sakit. Semua kedzoliman yang mungkin pernah saya rasakan atau saya lakukan. 

Pada detik itu saya seperti terbangun dari mimpi panjang yang saya ciptakan dalam pikiran saya sendiri. Ada benci yang begitu besar tersimpan dalam hati, ada rasa sakit yang selama ini saya pelihara sendiri. Entah apa gunanya, entah apalah manfaatnya. Saya terbangun dengan begitu tiba tiba. Allah, inilah penyebab rinduku tak lagi bermuara pada-Mu?. Kebencian begitu besar pada sosok ayah, yang saya sangka adalah penyebab hilangnya ibu dari sisi saya. 

Ternyata itulah yang selama ini menjadi batu besar penghalang antara saya dengan Tuhan. Saya mafhum, betapa rapuhnya hati ini ketika bersinggungan dengan kebahagiaan orang lain yang begitu ingin saya miliki. Aih, begitu hinanya saya selama ini. Terkungkung dalam penyakit hati, dan parahnya saya merasa sangat nyaman di dalamnya. Allah, bebaskanlah saya dari semua penyakit dan kotoran yang membebani. 

Kesadaran yang sangat terlambat, bukan? Tiga tahun dan baru sekarang saya tahu. Baru sekarang saya lepaskan. Batu besar ganjalan iman, pemutus persaudaraan. Kebencian yang bagai api tak berperih. Melahap semua kebaikan menjadi abu. 

Semoga masih ada jalan untuk saya berubah, merangkai ikhlas saya yang masih patah-patah, menjadikannya utuh. Bersatu padu membersihkan hati yang kian berdebu. Biar sakit itu lenyap dalam senyap. lalu  Tuhan menggantinya dengan obat dari  risalah jiwa yang bertaubat. Semoga Allah masih memiliki tempat, agar diri ini tidak terus menerus menuju sesat. Lubang hitam yang pekat. 

Duhai Penjagaku, satu satunya Sembahanku, Ikhlaskan aku, lapangkan dadaku, ringankan bebanku, Hanya kepada Mu lah aku menyembah, dan hanya kepada Mu lah, aku memohon pertolongan. 

BENGKULU, tanah basah. 20 november 2015

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Monolog Perpisahan

dia akan pergi. tanggal 7 april 2012 siapa?  belahan dari diriku. Aku sudah melihatnya sejak aku pertama kali lahir di dunia. dan sejak saat itu aku mengenalnya sebagai saudara-kakak-sahabat-musuh. di rumah sederhana dengan perabot seadanya, disanalah kami, aku dan dia menjalani masa kanak-kanak hingga remaja. di sebuah kamar yang tidak terlalu lebar, kami berbagi tempat untuk menyandarkan kelelahan, di halaman sempit di depan rumah, kami bercengkrama dengan irama angin yang indah. Aku tidak pernah dengan sadar untuk belajar mencintainya, tapi waktu dan keadaan mewajibkanku untuk tidak melupakan setiap detik kebersamaanku dengannya. iya, dia, yang paras cantiknya selalu membuat semua mata menatapnya. dia yang selalu meneguhkanku, meyakinkanku bahwa warna kulit gelapku ini membuatku tampak jauh lebih mengagumkan dari wajahnya yang seputih cahaya. Di mata ibu, dan saudaraku yang lain, dia adalah sosok gadis pemberontak, si pemberontak yang cantik, suaranya juga ...

Jalan-jalan Padang-Bukittinggi 1

Hari selasa, tanggal 29 Juli 2014 saya memulai perjalanan panjang menuju kota padang, Sumatera Barat dari kota Bengkulu. Sebenarnya perjalann dari dari Bengkulu menuju Padang melewati banyak sekali pemandangan gunung yang indah, tapi sayangnya hal itu tidak sempat diabadikan oleh penulis karena medan jalan yang berkelok kelok dan naik turun gunung membuat penulis mengalami mabuk kendaraan parah dan tidak bisa tertolong. AKhirnya dengan sisa-sisa tenaga di senja hari saat kami akan memasuki kota Bangko yang terletak di daerah Jambi, penulis hanya bisa mengabadikan matahari senja seperti gambar di samping.

DAMPAK BURUK DOSA

Dalam kitab az-zuhd, Abdullah bin ahmad menuturkan dari Muhammad bin sirin , “ disaat terlilit utang, ia menjadi risau, ia lalu berujar, ‘aku tahu kerisauan ini adalah sebab dosa yang kuperbuat sejak empat puluh tahun yang lalu. “ Perlu digarisbawahi bahwa kebanyakan orang salah paham tentang dosa, yaitu mereka tidak melihat akibatnya secara langsung. Terkadang akibat dosa itu terjadi di kemudian hari hingga mereka lupa dan mengira bahwa dosa tidaklah berakibat apa-apa. Seorang penyair mengatakan: Jika tembok tidak berdebu saat runtuhnya Maka, tak aka nada debu lagi setelah runtuhnya